Minggu, 31 Agustus 2014

** MENYUCIKAN HATI **




Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang

** MENYUCIKAN HATI **


Kebanyakan manusia akan melebarkan senyumnya ketika ia dikaruniakan “kesenangan” tetapi mengapa mereka  tidak dapat mengukir senyuman didalam menghadapi apa yang dianggapnya “susah”. Sepatutnya jika manusia tersebut boleh senyum lebar di kala senang maka sebaliknya manusia tersebut boleh-lah  tersenyum simpul dikala susah.              

( Lanjutan dari iman dan hati bag I )

Sabda Rasulullah s.a.w.
Artinya :
Di dalam tubuh manusia itu ada segumpal darah, jika darah itu baik maka baiklah manusia tersebuit dan jika darah itu kotor maka kotorlah manusia itu. Sesungguhnya gumpalan darah itu adalah hati.

Sesungguhnya manusia itu yang dinilai adalah hatinya, semakin kotor hati manusia, maka semakin jauhlah manusia itu dengan Allah s.w.t., sebaliknya semakin suci hati manusia, maka semakin dekatlah Allah s.w.t. kepada dirinya, hanya hati yang suci saja yang dapat membawa manusia ke jalan makrifat dengan Allah s.w.t.

Karenanya menjadi tugas manusia yang ingin me-matlumat-kan hidupnya untuk memakrifatkan dirinya dengan Allah s.w.t. menyucikan hatinya, sebab bila hati sudah suci maka timbullah pada dirinya kasih kepada dirinya, kasih kepada Allah s.w.t. dan kasih kepada Tuhan Semesta Alam.

Sesungguhnya hati yang kotor tidak mungkin dapat membawa manusia kasih kepada dirinya dan kasih kepada tuhannya apa lagi untuk mengenal dirinya sendiri.

Sesungguhnya pembersihan hati itu untuk membuka jalan agar manusia dapat mengenal dirinya, karena tanpa mengenal dirinya maka manusia tidak dapat memberikan kasih sayang yang sebenar-benarnya kepada Tuhannya. Hanya hati yang dikuasai oleh Allah sajalah yang bisa memberikan peluang kepada manusia untuk mengenali dirirnya dan Tuhanya.

Bila manusia mengenal dirinya maka barulah muncul didalam dirinya suatu martabat hati yang benar-benar kasih kepada Allah s.w.t.

Seperti firman Allah taala didalam al-Quran :
Artinya :

Mereka mengasihi diri mereka sebagimana mereka mengasihi Allah.

Dan firman Allah taala lagi :
Surah Ali Imran ayat : 31
Artinya :
Katakanlah, jika kamu benar-benar menyintai Allah ikutilah aku, niscaya Allah mengasishi.

Ingatlah !! hati yang kotor akan dikuasai oleh iblis, hati yang kotor akan menjadi istana iblis atau sebagai pemerintahan iblis yang akan menjajah seluruh alam saghir yaitu tubuh kita.

Bila iblis menguasai kerajaan alam Saghir, maka seluruh dasar pemerintahnya adalah bertujuan untuk melalaikan kita dari mengingat kepada Allah dan menjauhkan diri kita dari Allah s.w.t . Semakin lama dibiarkan iblis menguasai kerajaan maka selama itulah manusia tersebut jauh dengan Allah. bahkan hanya akan membawa manusia tersebut kelembah yang terhina disisi Allah s.w.t.

seperti firman Allah taala didalam Al-Quran :
Surah ; Yusof ayat 5
Artinya :

Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.

Bila syaitan dan iblis menjadi penguasa kerajaan pada diri kita. Maka kita tidak mungkin sekali dapat petunjuk dari Allah s.w.t dan justru itu juga maka terhindarlah mata hati yang memberi sinar makrifat kepada Allah s.w.t dan tinggalah kita yang dikuasai syaitan dan iblis itu didalam kegelapan hidup yang tidak menentu.

Untuk mendapat mata hati dan petunjuk dari Allah s.w.t maka hati harus disucikan jika Allah dapat berkuasa maka hatipun  terus bertukar menjadi pusat pemerintah Allah atau Istana Allah.
Seperti sabda Rasulullah s.aw.
Artinya :

Hati orang mukmin itu istana Allah.

Bila Allah beristana dihati maka terbitlah dan muncul-lah mata hati (lampu makrifat) yang akan memberi daya keyakinan yang mutlak dan pegangan yang sejati terhadap sesuatu, walaupun hal itu keluar dari jangkauan pemikiran manusia itu sendiri disamping ilmu dan petunjuk dari padanya.

Seperti firmaNya didalam Al-Quran
Surah Al- Baqarah ayat : 5
Artinya :

Mereka itulah mendapat petunjuk dari pada tuhanya dan merekalah orang-orang beruntung.


Dengan mendapat mata hati yaitu mata basir, maka manusia akan mendapat cahaya (Nur Kalbu) yang membawa manusia makrifat kepada Allah s.w.t,. Sesungguhnya  Nur Kalbu itulah yang menjadi dasar kepada perjuangan proses menyucikan hati. Kesucian hati pada peringkat awal dapat diukur dengan berhasilnya ke-jaya-an mendapat Nur Kalbu yang memancar pada lampu makrifat ataupun mata batin.

Sesungguhnya mata basir akan terpancar apabila hati bersih dan suci dengan Allah s.w.t  dan dengan adanya mata basir maka manusia bukan saja dapat melihat sesuatu yang zahir tetapi manusia tersebut dapat pula menyaksikan sendiri sesuatu yang gaib dan keluar dari daya pemikiran manusia dengan demikian perasaan kasih dan keagungan yang mendalam terhadap Allah makin bertambah kukuh dan tebal.
Dengan demikian manusia akan memberi segala kasih sayang,  cinta, rasa dan keagungan itu hanya kepada Allah. Mereka tidak lagi membagikan kasih sayang, cinta, rasa dan keagungan itu kepada yang lain tetapi dengan sesungguhnya timbul pada dirinya sifat –sifat yang mencari segalanya untuk Allah Semata-mata. Mereka tidak lagi akan membuat pergantungan pada orang lain selain Allah dan mereka juga tidak akan

minta pertolongan selain dari pada Allah, mereka hanya mengharapkan untuk mendapat petunjuk dan ilmu serta pertolongan dari Allah s.w.t seperti yang pernah diberikan kepada Rasul-rasul, Nabi-nabi, Aulia-aulia orang –orang yang di…………….seperti Firman Allah didalam Al-Quran.
Surah: Al-Faatihah : ayat 4-7
Artinya :

Yang menguasai hari kebangkitan, kepadaNya dibangkitkan dan kepadanya dimohon pertolongan untuk mendapat jalan sebenarnya yaitu jalan orang-orang yang diredhai dan bukan jalan kesehatan.

Sesungguhnya mata basir itulah yang memberi jalan petunujk kepada manusia itu, menghasilkan suatu Nur (cahaya) yang bernama             Nur kalbu, nur inilah yang menghasilkan  keyakinan terutama pada suatu hal yang gaib.

Sabtu, 30 Agustus 2014

RAHASIA INSAN

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang

Tajjali = Turun = Kelahiran

KEJADIAN INSAN DALAM KANDUNGAN IBU
.
Berawal Nuqthah = satu titik = Alif  awal
1. Berjumpanya Dzurriyyah bapak dengan Dzurriyyah ibu menjadi “Nuqthan” dua titik/dua Alif, itulah Ruh Ruhani bertemu dengan Ruh Jasmani bertetes di Rahim suci.
.
Firman Allah :
“Wabada akhlaqa insani mintiin” (Al-Sajadah : 7)
Artinya : Dan Allah telah memulai penciptaan manusia dari tanah.
.
2. Ketika  40 Hari dalam kandungan namanya Nuthfah maka telah dapat bergetar, dan ketambahan Rupa  dari  Saidina Muhammad saw.
.
3. Pada usia 2 bulan telah ketambahan warna dari Saidina Muhammad saw, maka telah dapat berdenyut.
.
4. Manakala usia 80 hari dinamakan dia Alaqah.
.
5. Manakala usia 90 hari di namakan dia Mudhghah telah ketambahan Kulit dari Saidina Muhammad, maka telah dapat bergerak.
.
6. Pada usia 4 bulan dinamakan dia Hayyun dan telah ketambahan Otak dari Saidina Muhammad.
.
7. Pada usia 5 bulan telah ketambahan Urat, maka didalam bumi suci telah mendapatlembab saja,
.
8. Pada usia 6 bulan telah ketambahan Tulang dari Saidina Muhammad saw, maka di bumi suci dapat bulak balik, naik turun.
.
9. Pada usia 7 bulan berada dibumi suci Rupa surat Muhammad ia surat Rahman maka ketambahan rambut, darah, daging.
.
10. Pada usia 8 bulan dinamakan dia janin maka telah dikenakan pada kandungannya saudara empat kelima pancer yaitu  Khawasil Khamsah.
    1. Air Tuban, Maqom Saidina Jibril as, Tempatnya di Kulit, Sifat kasihan.
    2. Bungkus,  Maqom Saidina Mikail as, Tempat di Tulang Sifat kekuatan.
    3. Ari-ari, Maqom Saidina Israfil as, Tempatnya di  Otak menjadi kemauan
    4. Tali Pengikat, Maqom Saidina Izrail as, Tempatnya di Daging menjadi daya penangkal maut.
.
11. Pada usia 9 bulan telah di beri Hakekat artinya gerak yakni pertemuan budi denganakal menjadi kemauan/keinginan dan hidup, maka bernama Muhammad yakni wujud, ilmu, syuhud
.
.
TAHAPAN / MARTABAT:
.
1.      Martabat Pertama :
Ketika berada di bapak itu namanya “Nuqthah” yaitu : Maa-ul Hayati “Air hidup” = Sifat Hayat, Maa-ul Hayat itu tempatnya didalam ‘Surga ketujuh’ berdekatan dengan Air Qashar.
2.      Martabat kedua :
Ketika jatuhnya Maa-ul Hayat masuk kedalam tubuh Bapak namanya “Dzurriyyah”
3.      Martabat ketiga :
Ketika jatuhnya “Dzurriyyah” masuk kedalam tulang sulbi namanya Mani yakni  Sifattullah = Sifat ma’ani terdiri dari :
.
1. Ilmu   
2. Hayat 
3. Qudrat
4. Iradat  
5. Sama’  
6. Bashar
7. Kalam 
.
Hendaklah dengan mengetahui hal ini maka ibu/bapak menjaga-nya dengan berkelakuan yang baik-baik.
4.      Martabat keempat :
Kemudian daripada itu maka turun Dia dari maqam “A’la” kepada maqam “Sulfa”itulah yang disebut “Assafi’iina” yaitu dari kandungan bapak turun ke kandungan ibu.
Ketika berjumpa antara mani bapak dan ibu, maka dinaikan Nuqthah (Maksudnya : Nuqthah itu bersama-sama menjadi satu titik inilah “Masrah” keduanya) = (Maksudnya lagi : bercampur mani bapak dengan mani ibu maka itu menjadi Dzurriyyah)

Adapun takkala Dzurriyyah itu masih belum tercampur kedudukannya bertingkat-tingkat :
 1. Daulatul Qadiim, itulah Dzurriyyah dari bapak yakni titik dari bapak, maka keadaannya itulah yang membawa sifat “Jamal”
2. Nurul Qadiimu , kediamannya itu Mani bapak pada mata bapak,
3. Joharul Qadim, kediamannya mani bapak ini pada perut bapakdinamakan “Masyiinuna”
.
 (Demikian pula Dzurriyyah dari ibu, bertingkat-tingkat seperti halnya Dzurriyyah pada bapak)
.
Mani bapak yang jatuhnya kedalam tanah suci itu namanya “Alif awal”. Ketika berjumpa Dzurriyyah itu jadilah ‘dua titik’ maka namanya Nuqthah, atau disebut dengan nama ‘Dua alif’.
.
  1. Alif awal = Dzurriyyah bapak, maka itulah yang menjadi anak.
  2. Alif sani = Dzurriyyah ibu, inilah rupanya.
.
Dan apabila Masrah keduanya menjadi satu, maka jadilah suatu kejadian, maka dinamakan ia Nuqthah.
.
Kemudian Masrah keduanya dalam Rahim ibu sampai pada umur 40 hari maka dinamakan Dia ‘Nutfah’ seterusnya manakala dialam Rahim ibu berumur 80 hari, dinamakan Dia ‘Alaqah’ Dan manakala didalam Rahim ibu berumur 90 hari, maka dinamakan Dia ‘Mudghah’ Dan manakala didalam Rahim ibu berumur 120 hari, dinamakan Dia ‘Hayyun’ Dan manakala didalam Rahim ibu berumur 9 bulan maka dinamakan Dia Janin.
.
Maka telah cukuplah sifat-sifat-nya itu, inilah hasil-nya “Insanul kamil” yang bernama Sifat Rahman yang dari Allah Joharul Qadiim dari mani bapak/ibu pada perut, dan yang bernama Sifat Arrahiimu yang dari Allah swt, itulah Hakekat Insanul Kamil
.
.
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang

                        MASIH DI ALAM INSAN 


Sebenarnya Martabat Alam Insan diperbincangkan secara panjang lebar di dalam 3 bab sebelumnya adalah bertujuan untuk menyadarkan kita semua bahwa :
DIRI KITA INI ADALAH BUKAN DIRI KITA.
Diri kita adalah diri yang ditajallikan oleh diri kita sendiri pada Martabat Alam Ahdah, yaitu alam Gaibul-Gaib. Dan nyatanya diri kita ini yang mempunyai diri zahir dan diri batin pada Martabat Alam Insan adalah bagi menyatakan diri kita pada Martabat Alam Ahdah yakni Martabat Ketuhanan itu sendiri.
Sesungguhnya Allah s.w.t. yaitu diri kita pada Martabat Ahdah menyatakan diri-Nya dengan Sifat-Nya sendiri, dan memuji Sifat-Nya dengan Asma-Nya sendiri, serta menguji Sifat-Nya dengan Afaal-Nya sendiri.
Sesungguhnya tiada sesuatu-pun pada diri kita kecuali diri Allah s.w.t. Tuhan Semesta Alam semata-mata.

Di dalam  perbincangan yang begitu panjang,  kita telah membahas tentang Ahdah. Wahdah, Alam Roh, Alam Misal, Alam Ijsan dan Alam Insan yang merupakanPeringkat Tajalli diri kita pada martabat Ketuhanan sampai-lah diri kita NYATAdengan satu tubuh yang utuh berbangsa MUHAMMAD pada Alam Insan untuk menyatakan diri kita sendiri pada Martabat Tuhan.
Sesungguhnya tidak mungkin nyata Tuhan Semesta Alam itu tanpa wujud dan zahir-nya diri kita berbangsa Muhammad, dan sesungguhnya tidak mungkin zahir dan wujud-nya diri kita berbangsa Muhammad ini tanpa diri kita pada martabat Ahdah yaitu martabat Ketuhanan.
Sesungguhnya zahirnya diri kita ini sehingga berbatang tubuh berbangsa Muhammad adalah melalui TUJUH PROSES peringkat tajalli.
Pertama-nya adalah peringkat Martabat Ahdah, keadaan diri kita  pada Martabat Ahdah adalah dalam keadaan KUN ZAT yaitu dalam keadaan belum nyata zat sekalipun,dimana diri kita dengan diri Tuhan adalah satu.
Diri kita itulah Tuhan dan diri Tuhan itu adalah kita, pada saat itu tiada HAMBA tiada TUHAN dan pada martabat ini belum ada sesuatu apapun yang wujud dan zahir kecuali yang nyata adalah diri kita sendiri saja pada martabat diri sendiri.
Pada martabat ini tiada AWAL tiada AKHIR, tiada ZAHIR dan tiada BATINtiada SIFAT tiada ZATtiada ASMA tiada AFA’ALtiada BULAN tiada BINTANGtiada LANGIT dan tiada BUMItiada dan tiada……………. kecuali hanya diri kita sekita-kitanya.
Dalam keadaan begini, kita memutuskan dengan diri kita sendiri untuk menyatakan diri kita sendiri dengan sifat kita sendiri. Maka kita tajallikan diri kita sendiri di dalam suatu martabat yang bernama Wahdah. Pada peringkat  martabat Wahdah ini zat diri kita telah nyata tetapi sifatnya belum nyata KUN SIFAT, keadaan seperti ini disebut  KEADAAN NYATA YANG TIDAK NYATA (nyata pada diri zat saja).

Jadi diri kita pada martabat ini nyata dalam NUR ALLAH itulah sifat batin di dalam batin yang pertama yang dikatakan LA TA’YAN AWAL
Oleh karena itu pada masa ini, kita belum dapat menentukan sifat kita sendiri yaitu diantara alam KABIR dengan alam SHAGIR yang mana kedua alam inilah yang menjadi pe-NYATA-an WAJAH dan diri kita ketika nyatanya sifat kita nanti.
Karena hal tersebut diatas maka kita nyata-kan lagi diri kita pada MARTABAT WAHDAH, dimana pada martabat ini diri kita telah nyata pada sifat kita mengikuti bangsa-nya mesing-masing.
Pada saat itu ada di-antara diri kita yang menjadi BULAN, menjadiBINTANG, menjadi MATAHARI, menjadi BUMI, menjadi LANGITdan lain-lain sebagainya atau dengan kata lain nyata-nya wajah kita ini meliputi seluruh Alam kabir (alam semesta) maka keadaan nyata seperti inilah disifatkan sebagai nyata.., akan tetapi diri rahasia kita belum nyata pada sifat yang manapun.
Sesungguhnya untuk menyatakan Diri Rahasia itu, maka kita tajallikan diri kita ke satu peringkat lagi yaitu ke ALAM ROH untuk menyatakan sifat kita pada sifat diri Insan yaitu batang tubuh berbangsa Muhammad (manusia). Maka pada peringkat Alam Roh sifat batin untuk manusia, yaitu diri sifat batin kita yang mengandungi Diri Rahasia  kita dinyatakan  maka disaat inilah per-sumpah-an (Ikrar-Janji) di antara diri kita dengan  sifat kita terjadi untuk tujuan mencapai matlumat asal tajalli diri kita, untuk menyatakan diri kita dengan sifat kita, dimana sifat kita akan menyaksikan dan mengenali diri kita yang sebenarnya.
Itulah harapan kita untuk menyatakan diri kita kepada sifat kita yang bernama MANUSIA yang bakal dinyatakan melalui peringkat tajalli pada Alam Misal  dan Alam Ijsan nanti.
Maka, akan nyatalah per-saksian diri kita oleh sifat kita guna menyatakan diri kita sendiri dan sesungguhnya itulah matlumat terjadinya tajalli tersebut.
Oleh karena diri kita di dalam INSAN pada Martabat Alam Roh belum nyata, maka kita-pun men-tajalli-kan diri kita ke Alam Misal yaitu Alam Kandungan Bapakseorang manusia, kemudian tinggallah diri kita di dalam Alam Bapak itu selama 40 hari dan ter-bentuk-lah diri kita dalam keadaan DI, WADDI dan MANI serta ber-pindah-nya diri kita yang berada dalam LENDIR MANI Alam Misal (Mani Bapak) dan dipindahkan lagi ke  Alam Ijsan agar dapat sifat diri batin kita (roh) dicantumkan dengan satu sifat zahir yang berbangsa Muhammad s.a.w. tinggalah kita di Alam Ijsanselama 9 bulan, 9 hari, 9 jam, 9 menit, 9 detik, 9 second dan keluar-lah sifat zahir diri kita daripada Alam Ijsan yaitu Kandungan Ibu berupa sifat apa yang di-nama-kanMANUSIA dan di dalam sifat batang tubuh Manusia yang berbangsa Muhammad s.a.w. itulah terkandung diri kita yang menjadi rahasia kepada sifat diri manusia itu sendiri.
Sesungguhnya diri kita yang berada dalam sifat zahir yang berbangsa Muhammads.a.w. itulah yang dikatakan ALAM INSAN.
Kesimpulan daripada penjabaran, proses tajalli diri kita hinggaNYATA-nya diri ini adalah Diri yang mengandungi diri Rahasia kita yaitu diri Tuhan semesta alam.
Oleh karena itu, kita yang berada dalam diri sifat kita yang bernama manusia itu menjadi Rahasia kepada diri manusia itu.
Maka adalah menjadi tanggung-jawab diri kita pada martabat zahir ini, berusaha menyucikan diri Sifatnya untuk kembali menjadi TUHAN sebagaimana diri kita pada asalnya.
Sesungguhnya bagi seorang manusia sudah menjadi maklumat hidupnya untuk me-MAKRIFAT-kan dirinya dengan Allah s.w.t. yakni kembali semula menjadi sebagaimana asal-nya.
Dan sesungguhnya untuk kembali menjadi Tuhan semula, dan mencapai proses penyucian dirinya sampai ke peringkat Martabat Ahdah itulah yang menjadi matlumat sebenar-nya pengajian Makrifat.
Disamping itu adalah perlu ditegaskan disini, bahwa tidak mungkin bagi seorang diri manusia dapat me-MAKRIFAT-kan dirinya dengan Allah s.w.t. yakni Tuhan Semesta Alam sepanjang manusia tersebut tidak kembali semula menjadi TUHAN, yaitu HAKEKAT USUL DIRINYA=